27 Nov 2013

Plesir ke Pulau Cingkuak

 Pasir putih berbalut biru air laut Pulau Cingkuak

    Pulau Cingkuak ini berada di pesisir selatan Sumatera Barat. Jaraknya sekitar 500 meter dari daratan utama Pulau Sumatera di kawasan Pantai Carocok, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan. Seorang perenang andal tak akan kesulitan menyeberangi selat tenang menuju pulau itu. Berhubung itu bukan "gue banget" maka kami memilih opsi lain yang tampak lebih "manusiawi". Cukup dengan membayar Rp10.000,-/orang maka belasan perahu bermesin yang dioperasikan sejumlah operator dengan senang hati akan mengantarkan pengunjung pulang pergi dari dermaga di Pulau Batukereta. Adapun dari daratan di Pantai Carocok menuju Pulau Batukereta, pengunjung bisa mencapainya dengan menyusuri jembatan sekitar 100 meter. Setiap perahu dioperasikan dua orang dengan kapasitas sekitar 30 pengunjung.

 Jembatan dari pantai carocok menuju pulau Batukereta

 Perahu tempel yang siap mengantar-jemput

    Pulau Cingkuak, dengan luas 4,5 Ha, berhadapan dengan Pulau Batu Kereta, terletak di kawasan Pantai Carocok Painan (77 km dari Kota Padang). Pulau ini merupakan saksi bisu terhadap peninggalan sejarah kolonial di Pesisir Selatan, yang pada masa itu merupakan pusat perekonomian dan pelabuhan pantai barat Sumatera. Selain putihnya pasir pantai dan birunya laut di pulau cingkuak kita juga bisa berwisata sejarah. Bisa kita lihat Benteng Portugis (sebenarnya adalah benteng VOC) dan Nisan tua Madame van Kempen yang bertuliskan tahun 1911. Madame Van Kempen diperkirakan meninggal sekitar 150 tahun sebelumnya. Madame Van Kempen, sesuai tulisan di nisan itu, adalah istri Thomas Van Kempen yang dituliskan sebagai Residen Poeloe Tjinko (Pulau Cingkuak).

    Nama pulau ini diambil dari nama hewan sejenis kera, Cingkuak. Yang berbulu abu-abu gelap dengan bercak-bercak hitam di wajah. Bercak hitam inilah yang menggelarinya "cingkuak" yang artinya "coreng" dalam bahasa Minang. Meski sekarang jarang terlihat --dan tidak ada sama sekali di Pulau Cingkuak-- Menurut para pedagang makanan yang berjajar di tepian Pantai Carocok, kera itu dulu meninggali pulau. Sayang, keberadaannya kini sudah tak bisa ditemukan. 


 Laut yang tenang dan syahdu

 Selain bermain pasir dan berenang, di pulau cingkuak kita juga bisa menikmati beberapa wahana air seperti "perahu pisang"

 Senja menjelang saatnya pulang ke peraduan



    

22 Nov 2013

Ada Tugu Khatulistiwa di Koto Alam

    Sebuah bola raksasa di pinggir jalan ini mengusik rasa keingintahuan saya, bentuknya yang unik dan warna yang cukup mencolok yang sekilas seperti bola dalam film kartun Pokemon. Setelah mencari-cari informasi ternyata ini adalah Tugu Khatulistiwa –yang oleh masyarakat setempat disebut dengan Sakido Mura– Tugu atau monumen ini istimewa karena hanya terdapat tiga titik di Indonesia. Selain di Koto Alam ini, tugu khatulistiwa juga ada di daerah Bonjol, Kabupaten Pasaman; dan satu lagi di Pontianak, Kalimantan Barat. Monumen ini menandakan bahwa daerah ini dilintasi oleh garis khatulistiwa.

Sakido Mura atau Kampung Khatulistiwa

    Ada peristiwa unik yang terjadi di tugu khatulistiwa ini, yaitu peringatan "Hari Tanpa Bayangan" atau disebut pula Peringatan titik kulminasi matahari. Di mana matahari persis berada pas di atas tugu khatulistiwa, yang menghilangkan semua bayang-bayang yang ada di sekitarnya. Setiap tahun, fenomena alam seperti itu terjadi sebanyak dua kali, yaitu pada 21-23 Maret dan 21-23 September.


    Tugu Sakidomura atau berasal dari Bahasa Jepang, yang berarti kampung khatulistiwa, menurut Walinagari (setingkat kepala desa) setempat, tugu yang kini berbentuk bola berukuran bulat besar tersebut, semula didirikan oleh Bangsa Belanda yang menjajah Indonesia, yang pada awalnya berbentuk persegi. Namun setelah Belanda kalah, Jepang masuk, dan tugu berbentuk persegi tersebut dirubah menjadi bulat, dan dicat sesuai warna bendera Jepang. Sekarang Tugu ini sudah beberapa kali mengalami renovasi dan terakhir di cat sesuai dengan bendera Indonesia yaitu Merah dan Putih. Karena bentuknya itu pula banyak masyarakat yang menyebutnya batu Talua Gajah (Telur Gajah).


"Koto Alam adalah sebuah Nagari (desa) yang terletak di Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat."

15 Nov 2013

From Bintan with LOVE

    
Batuan Granit khas pantai di kepulauan Riau
    Ini adalah perjalanan yang cukup spesial buat saya, karena bertepatan dengan 3rd anniversary pernikahan kami (cuit2...) jadi bisa dibilang ini honeymoon kami yang ke-... (sekian). Lebih istimewa lagi karena jagoan kecil kami juga ikut, dan perjalanan yang dilakukan cukup melelahkan. Alhamdulillah semuanya berjalan cukup lancar dan semua sehat. Perjalanan dimulai dari Payakumbuh menuju Padang dengan sepeda motor. Yup, sepeda motor... sedikit nekat sih, dengan jarak yang cukup jauh dan musim hujan kami memaksakan naik motor bertiga dengan bawaan yang gak bisa dibilang sedikit. Pertanyaannya adalah mengapa kami memaksakan diri memakai motor? tidak lain karena masalah klasik di keluarga kami yang kurang bersahabat dengan kendaraan roda empat, bila naik mobil agak jauh bisa dipastikan salah satu dari kami atau bahkan tiga-tiganya akan mendapat "jackpot" (mabuk perjalanan).

    Sampai di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), langsung check in dan pesawat kami terbang menuju Batam. Kami sampai di Batam sekitar pukul 1 siang, setelah istirahat sebentar dan makan siang di bandara Batam perjalanan pun dilanjutkan dengan menggunakan taksi ke pelabuhan Telaga Punggur yang memakan waktu kurang lebih 1 jam. Sampai di pelabuhan, saya agak terkejut dengan keramaiannya. Selain ini adalah untuk pertama kalinya saya ke pelabuhan, suasana pelabuhan ini sendiri cukup unuik bagi saya sekeluarga. Begitu turun dari taksi, kami langsung disambut dengan sorak sorai para penjual tiket yang menawarkan tiketnya... padahal sepengetahuan saya hanya ada 2 jasa penyedia kapal, tapi riuh ramainya seperti berada di Gelora Bung Karno saat Timnas Indonesia tampil di piala dunia  (lebaayy...) Oya, ada kuliner khas yang bisa kita cicip sembari menunggu kapal datang, yaitu otak-otak ikan dan sotong. Rasanya? Sadapp... Harganya? Rp 1.000,00 saja... :)

    Akhirnya kami membeli tiket dan menyeberang ke pulau bintan, kurang lebih 1 jam kemudian kami sampai di pelabuhan Sri Bintan Pura. Ada fasilitas penjemputan dari pihak resort yang sudah menunggu di luar pelabuhan. Dari pelabuhan ke resort kami tidak bisa dibilang dekat, kurang lebih 50 km dari kota Tanjung Pinang. Sampai di resort hari mulai malam, dan sudah terlewat sunset... ya sudahlah, berarti harapan saya tinggal sunrise esok hari untuk hunting foto.





Pantai Trikora yang berair tenang dilihat dari resort


    Kami menginap di Bintan Cabana Beach Resort. Bintan Cabana Beach Resort adalah sebuah resort di Pulau Bintan. Letaknya di pantai timur Bintan, masuk dalam kawasan wisata Pantai Trikora. Cabana sangat cocok untuk menenangkan diri. Di sini hanya ada pantai, pantai dan pantai. Kita bisa bersantai, berjemur di pantai, atau berendam di laut yang bening dan tenang. Nuansa bening deh pokoknya. Tidak ada fasilitas olahraga air di Cabana. Tapi buat yang pengen jet skiing atau banana boat, bisa kok. Kita akan diantar ke Agro Beach Resort yang masih satu group dengan Cabana. 10 km jauhnya.

    Di sisi utara pantai Cabana kita bisa menemukan eksotisme batuan granit berukuran extra besar. Serupa dengan bebatuan pantai pulau Belitong di film Laskar pelangi. Cocok banget buat tempat foto-foto (tetep ya!) atau beraksi ala anak-anak laskar pelangi. Meski belum setenar wisata Lagoi, sepertinya Bintan Agro Beach ini sudah populer di kalangan wisatawan luar negeri. Terbukti pas kami sarapan pagi, hanya kami bertiga yang berkulit "eksotis" yang lainnya kalo bukan bule ya chinese.

 Batuan granit yang cukup besar banyak ditemukan disini


    Asal muasal nama Pantai Trikora konon ada dalam dua versi, sebuah versi menyebutkan nama trikora di berikan oleh seorang wisatawan asing yang memberikan nama pantai ini dengan sebutan “three corral”, sedangkan versi lain menyebitkan bahawa pantai trikora ada hubungannya dengan Tri Komando Rakyat,  sehubungan konfrontasi RI dan Malaysia yang dikenal dengan istilah “ganyang Malaysia” pada masa pemerintahan presiden Soekarno, karena Pulau Bintan adalah basis pertahanan untuk wilayah indonesia terluar pada masa itu.

    Pantai Trikora ini terletak di Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, sekitar 50 kilometer arah timur Kota Tanjungpinang.  Dari Tanjungpinang sampai perbatasan Kabupaten Bintan jalannya beraspal bagus dan dapat dilalui tiga sampai empat lajur mobil. Namun, mulai dari perbatasan Gunung Kijang menuju Pantai Trikora kondisi jalan menjadi menyempit dan hanya cukup untuk dua lajur kendaraan saja. Untuk dapat mencapai lokasi pantai Trikora, dari Kota Tanjungpinang relatif mudah karena kondisi jalannya relatif mulus (sudah di aspal). Sebagai catatan, tidak ada angkutan umum yang melayani rute ke Pantai Trikora. Jadi, apabila hendak ke pantai ini, dapat menggunakan kendaraan pribadi ataupun sewaan.



Sunrise yang agak tertutup mendung tetapi tidak menutupi pesona dari pantai Trikora




luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com