Tampilkan postingan dengan label 50kota. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 50kota. Tampilkan semua postingan

27 Apr 2014

Trekking (santai) di Lembah Harau


 Trekking Santai
Lembah Harau adalah sebuah ngarai dekat kota Payakumbuh di kabupaten Limapuluh Koto, provinsi Sumatera Barat. Lembah Harau diapit dua bukit cadas terjal dengan ketinggian mencapai 150 meter. Lembah Harau .dilingkungi batu pasir yang terjal berwarna-warni, dengan ketinggian 100 sampai 500 meter. Topografi Cagar Alam Harau adalah berbukit-bukit dan bergelombang. Tinggi dari permukaan laut adalah 500 sampai 850 meter, bukit tersebut antara lain adalah Bukit Air Putih, Bukit Jambu, Bukit Singkarak dan Bukit Tarantang. Berjalan menuju Lembah Harau amat menyenangkan. Dengan udara yang masih segar, Anda bisa melihat keindahan alam sekitarnya. Tebing-tebing granit yang menjulang tinggi dengan bentuknya yang unik mengelilingi lembah. Tebing-tebing granit yang terjal ini mempunyai ketinggian 80 m hingga 300 m. sumber
    Keindahan Lembah Harau ini tidak perlu diragukan lagi. Bahkan banyak pemanjat tebing baik lokal maupun internasional menjulukinya Yosemite-nya Indonesia. Selain memiliki dinding-dinding bukit batu terjal yang sangat memukau, kawasan wisata ini juga memiliki banyak air terjun. Yang sudah dibuka untuk umum ada 5 buah yaitu, sarasah Aka Barayun, sarasah Aie Luluih, Sarasah Bunta, Sarasah Murai dan sarasah Aie Angek. Selain kelima air terjun tersebut, sebenarnya masih ada air terjun yang lain yang belum dibuka untuk umum.
    
    Karena penasaran dengan air terjun yang belum dibuka tersebut, maka kami berempat ingin mencari tahu sekaligus mencoba medan trekking di lembah Harau ini. Kami menyebut ini Trekking santai karena memang tidak terlalu ngoyo untuk sampai ke atas tebing, disesuaikan dengan kemampuan nafas dan kaki masing-masing. Dengan menyewa seorang pemandu lokal, kami mulai menaiki lembah harau dengan berjalan kaki sekitar 500 m dari parkiran sarasah Bunta. Dari sini perjalanan dimulai dengan masuk ke jalan setapak batu kecil yang dipenuhi ilalang yang cukup tinggi.

Jalur masuk Trekking

    Jalur Trekking di Harau ini bervariasi dan cukup menantang. Ada trek berbatu-batu, ada juga sungai-sungai kecil berair jernih yang mengalir ke air terjun. Di rute awal ini jalan agak menanjak dan kadang kami harus sedikit merayap untuk menjaga keseimbangan. Harap berhati-hati juga apabila berniat trekking di musim hujan, karena treknya akan menjadi lebih licin. Kawasan Lembah Harau ini seluas 270,5 hektar yang ditetapkan sebagai cagar alam sejak 10 Januari 1993. Di cagar alam dan suaka margasatwa Lembah Harau ter terdapat berbagai spesies tanaman hutan hujan tropis dataran tinggi yang dilindungi, plus sejumlah binatang langka asli Sumatera. Monyet ekor panjang (Macaca fascirulatis) merupakan hewan yang acap terlihat di kawasan ini. 




    Setelah kurang lebih satu jam melakukan perjalanan, akhirnya kami menemukan pos peristirahatan, pos ini berupa gubuk kecil di atas bukit dengan pemandangan Lembah Harau dari atas yang sangat memukau. Sambil beristirahat memulihkan tenaga, terlihat dari jauh bukit-bukit harau yang menjulang dan pemandangan gunung Sago dari jauh. 




    Dalam trekking ini kita juga akan melewati lokasi kebun-kebun Gambir yang pernah menjadi komoditi idola di masa lampau. Dulunya, kawasan Lembah Harau adalah areal penanaman Gambir yang merupakan tanaman penghasil pewarna kain. Saat harga tinggi, masyarakat setempat sepenuhnya menggantungkan diri pada Gambir. Gambir-gambir dari Harau dulunya diekspor ke India, Pakistan dan Jerman. Pun demikian kami juga sempat bertemu dengan para petani gambir yang tidak bisa dibilang masih muda lagi usianya. Mereka biasanya akan tinggal diladang Gambir selama berhari-hari dan akan turun membawa hasil panen gambir. Saya sangat takjub melihat para petani ini melahap medan trekking dengan santainya dengan memikul sekeranjang Gambir.

 Petani gambir yang "perkasa"

    Seyogyanya setelah pendakian, pastilah ada turunan. Demikian juga setelah sampai diatas melepas lelah sejenak, dan menikmati kesejukan dan keasrian cagar alam Lembah Harau kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuruni lembah. Ternyata untuk trek turun ini juga masih menyisakan medan yang cukup menantang. Akhirnya perjalanan kurang lebih selama 3 jam ini terobati ketika kami sampai ke air terjun yang airnya sangat jernih dan kondisinya masih cukup alami, karena belum dibuka untuk umum. Kesejukan airnya cukup mengobati kepenatan selama trekking.

Bagaimana cara akses ke sini?

- Lembah Harau terletak 30 km dari Bukit Tinggi & 120 km dari Padang.  Menuju Lembah Harau dapat
  ditempuh selama kurang lebih 1 jam dari Bukit Tinggi & 3 jam dari Padang.
- Bukit Tinggi-Payakumbuh (bus-Rp. 12.000)
- Padang-Payakumbuh (bus-Rp.25-30.000)
- Payakumbuh-Lembah Harau (angkot-Rp. 7000)
- Alternatif lain Kamu bisa menggunakan jasa ojeg motor dari Payakumbuh dengan biaya Rp. 25.000.
- Guide lokal mulai Rp 80.000,-/rombongan (nego)

Batu besar yang ada di dalam hutan Harau

"Hati-hati kalo melangkah mas"

Medan menurun yang perlu "sedikit" usaha

Penat langsung hilang begitu ketemu air terjun

Kolase Foto

20 Jan 2014

Menikmati Tiga Gunung dari Punggung Gunung Bungsu

 
 Panorama dari Gunung Bungsu (klik gambar untuk memperbesar)

    Berawal dari cerita (pamer) teman kantor yang habis makan siang di tempat yang cukup eksotis menurut dia. Dengan menggebu-gebu diceritakanlah bahwa dia baru saja menemukan spot tempat makan baru yang sangat recommended dan lokasinya berada di atas bukit. Whatt?? diatas bukit? saya berfikir kurang kerjaan sekali teman saya ini, mau makan saja harus naik ke atas bukit. Saya pun pura-pura tidak tertarik dan mengabaikan cerita teman saya tersebut. Tetapi semakin lama, rasa penasaran semakin besar dan saya menyerah... Saya tanya dimana lokasinya, tetapi berhubung teman saya ini juga bukan orang asli Payakumbuh, jadi saya hanya mendapat satu nama daerah yaitu Taeh Bukit dan nama tempat makannya yaitu Rumah Bako.

    Mulailah pencarian saya terhadap si Rumah Bako ini, agak susah karena letaknya cukup jauh dari jalan raya dan seperti yang dijelaskan teman saya tadi, yaitu lokasinya diatas bukit. Akhirnya setelah menajamkan panca indera yaitu melihat papan petunjuk jalan dan mendengarkan saran dari orang - orang  yang saya temui, Saya mendapati jalan berliku, kemudian ada pendakian lumayan tinggi. Sepertiga habis pendakian, terlihatlah Rumah Bako Cafe yang dindingnya didominasi kaca polos tebal. Halaman Rumah Bako Cafe lumayan luas, meja dan kursi tersusun apik. Desain bangunannya juga cukup unik dengan hiasan foto-foto dan buku untuk menemani menikmati suasana. Dan menurut saya yang paling juara adalah suguhan pemandangan alam yang sungguh sangat luar biasa. Kalau cuaca cerah tak berkabut, tampak dengan jelas pemandangan Gunung Sago, Gunung Merapi, dan Gunung Singgalang sekaligus. Lebih mengasyikan pula, tampak bentangan sawah- sawah, kebun, kolam ikan yang diairi Batang Sinamar serta Kota Payakumbuh.

 Papan nama Rumah Bako dengan background sawah dan gunung

 Tempat makan outdoor bagi yang ingin menikmati sejuknya udara dan indahnya pemandangan

    Rumah makan atau cafe ini bernama Rumah Bako, bako istilah dalam bahasa minang dimana si anak memanggil keluarga ayahnya, mendapat kedudukan yang istimewa juga di hati sang anak. Karena keseharian si anak yang berada di keluarga sang ibu, maka pada saat si anak pergi kerumah bako-nya, sering dia mendapat perlakuan agak istimewa oleh keluarga bakonya ini. Mungkin filosofi ini yang pengen diambil oleh sang pemilik yang ingin tamu yang datang berkunjung ke sini merasa diistimewakan dan betah berada di tempat ini.

 Rumah bako tampak dari depan





    


     
 
   Cafe Rumah Bako berdiri  8 Juni 2012, dan dalam peresmian tersebut ditandai penandatanganan batu prasasati oleh Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota dr.Alis Marajo Dt.Sori Marajo juga dihadiri Anggota DPRD Lima Puluh Kota, Ninik Mamak, Tokoh Masyarakat, Kepala SKPD dan lapisan masyarakat pemuda dan perangkat nagari.  Sejak diresmikan tersebut, puluhan pengunjung berdatangan setiap hari, termasuk Muspida kota Payakumbuh dan kabupaten Limapuluh Kota, dan sering menikmati hidangan makanan dan berbagai minuman di Rumah Bako. Apalagi kalau di daerah Taeh Bukit ini digelar event Paralayang seperti Porprov XII, Kejurda Paralayang Seri I, Carnaval Basafa dipuncak Gunung Bungsu, dan muda – mudi yang menikmati objek rekreasi “ Air Songsang “, tak jauh dari Rumah Bako ini.

Piring testimoni dari para pengunjung

Sarang Burung Manyar, Lazim ditemui di rumah makan Minangkabau  
    Untuk makanannya, kemarin saya mencoba memesan ikan bakar dan ayam bakar. Untuk rasanya cukup enak dan unik dimana selain sambal cabai merah dan hijau turut dihidangkan pula bumbu kacang, namun berbeda dengan bumbu kacang yang diperuntukkan untuk sate maupun pecel. Teksturnya lebih encer dari sambal pecel tetapi sedikit lebih pedas dari bumbu kacang untuk sate. Paduan rasanya unik dan cocok saat dipadukan dengan ayam bakar dan sambal merah atau hijau. Tetapi ada sedikit yang agak mengganggu yaitu cara penyajian makanan di piring atau platingnya masih sedikit "berantakan". Untuk ukuran cafe seperti ini seharusnya makanannya bisa tampil lebih menarik dan rapi.  Tapi secara keseluruhan, tempat ini sangat recommended bagi yang ingin menikmati pemandangan Kota Payakumbuh nan eksotis dari ketinggian dan bisa juga mencoba paralayang pada waktu angin dan cuaca sedang bagus, apalagi disini juga sering diadakan Kegiatan Komunitas/ Hangout, Photography service, Studio Alam dan Gallery, Pesta Ulang Tahun/ Pernikahan, Meeting/ Pertemuan dan  Live Band Performance, InternetCorner dan Book’s Club.

Plating yang masih kurang rapi menurut saya







15 Jan 2014

Berenang Bersama Ikan Larangan



    Entah apa nama ikan yang ada di mata air ini, tapi kami sepakat menyebut ikan ini dengan nama Ikan Larangan, sesuai dengan tulisan cukup besar di dinding pemandian. *sempat mo nyebut ikan verboden awalnya* . Ikan ini bisa kita temui di salah satu sumber mata air di Kabupaten Lima Puluh Kota  yaitu di Pemandian Batang Tabik. Nuansa yang disajikan oleh pemandian air ini benar-benar alami dan jauh dari yang namanya wahana buatan tangan manusia. Justru hal tersebutlah yang menjadi daya tarik tersendiri dari pemandian ini. Kejernihan air yang dimiliki oleh pemandian ini memang patut diacungi jempol. Air yang berasal dari sumber mata air dan bukan dari air olahan atau sumur inilah yang membuat air di pemandian ini menjadi sangat jernih sekali.

    Menurut cerita tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi (oral history), mata air Batang Tabik berasal dari danau Singkarak. Benar atau tidaknya belum diketahui secara pasti. Yang jelas mata air ini mengalir terus tanpa henti. Tidak mengenal apakah itu musim kemarau atau penghujan. Tetap jumlah airnya tak berkurang. Mengalir sangat banyak. Kata orang-orang tua dahulu ketika mata air itu menyembur dari tanah, lubang mata air itu dimasukkan sebuah batu yang amat besar ukurannya. Guna mengurangi debit air yang keluar. Bisa dibayangkan seperti apa besarnya. Jika dulunya tidak ditutupi dengan batu besar itu kemungkinan saat ini daerah yang disebut Batang Tabik itu telah berubah menjadi sebuah danau, barangkali...


 Byurr... Airnya dingin, segar dan bebas kaporit...

    Di area Pemandian Batang Tabik, kita bisa menemukan tiga buah kolam yang saling terhubung melalui parit-parit yang sengaja di buat. Kolam tersebut adalah kolam ibu, kolam anak-anak dan kolam dewasa. Kolam anak-anak lebih diperuntukkan untuk anak-anak karena lebih dangkal. Sedangkan kolam dewasa, agak lebih dalam. Untuk dua kolam yang disebutkan terakhir tersebut sudah modern dengan dasarnya dari keramik dan ada prosotan air .

    Dan favorit saya adalah Kolam Ibu, bukan karena banyak ibu-ibu muda yang mandi dan berenang disini. Tetapi karena kolam ibu ini merupakan kolam yang langsung dialiri oleh mata air yang menjadi sumber air kolam ini. Kolamnya masih alami dan tidak di semen ataupun keramik. Tetapi, walaupun begitu, kita masih bisa melihat ke dasar kolam karena benar-benar jernih.



 Seperti berenang di akuarium
   
    Meskipun banyak ikan yang wara-wiri di sekitar kita, jangan kawatir airnya akan berbau amis dan kotor.  Air dari mata air langsung masuk ke kolam ini. Jadi airnya terus mengalir. Dengar begitu air kolam ini sangat bersih meskipun tidak pernah dibersihkan. Apa saja yang ada didasar kolam yang tanpa semen ini bisa langsung terlihat dari atas.

    Karena air yang ada di sini merupakan air yang bersih dan segar serta berasal dari perbukitan, sumber air ini juga dijadikan sumber air PDAM untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Payakumbuh (tentu bukan air yang berasal dari kolam ini ya..) Debit air yang di hasilkan dari sumber air ini adalah 80 liter per detik. Cukup untuk memenuhi kebutuhan air sekitar 1700an sambungan air di rumah-rumah serta beberapa fasilitas umum lainnya. Bahkan pada saat musim kemarau, Kota Payakumbuh dan sekitarnya sangat jarang kekurangan air.


Tips:
1. Perhatikan cuaca saat mau berkunjung ke lokasi pemandian ini. Jika akan turun hujan, sebaiknya tunda dulu wisata anda. Selain anda merasa tidak nyaman berenang ketika hujan, biasanya suhu juga akan menjadi lebih dingin sehingga membuat semakin tidak nyaman untuk berenang. Biasanya saya sih lebih memilih pagi daripada sore hari, karena kalau pagi udaranya semakin lama semakin hangat.
2. Jika ingin berhemat, sebaiknya makanlah terlebih dahulu sebelum berenang di sini. Walaupun sudah ada penjual, tetapi harga makanan agak sedikit lebih tinggi dari biasanya.
3. Bawalah pakaian ganti serta handuk jika anda ingin berenang.
4. Bawalah barang bawaan anda seperlunya agar tidak terlalu banyak barang bawaan yang harus anda jaga walaupun sudah ada tempat penitipan barang.



27 Des 2013

Pacu Jawi, Balapan Sapi ala Minangkabau



    Pacu jawi di Payakumbuh, Sumatera barat
    Selama ini, memacu sapi identik dengan budaya Madura, Jawa Timur. Ternyata, tradisi serupa juga sudah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Sumatra Barat. Tradisi pacu sapi di Sumbar sudah ada sejak 1930-an. Acara yang dikenal dengan sebutan pacu jawi ini biasanya diadakan di areal persawahan dan setelah musim panen, dimaksudkan agar suasana panen lebih semarak dan menyenangkan. Jawi atau sapi yang dilombakan bukanlah sapi khusus pacuan. Tapi, sapi biasa yang dipelihara sebagai ternak.
 

    Sebenarnya pada saat pertama kali melihat acara ini beberapa tahun yang lalu, saya kurang tertarik. Berdasarkan pengalaman saya saat itu, waktu yang diperlukan untuk persiapan cukup lama karena selain kita harus bersabar menunggu jalannya sapi-sapi yang bak peragawati meleok-leok di atas pematang sawah, acaranya juga kurang dikemas dengan baik sehingga cukup lama saya disuguhi pemandangan sawah kosong berlumpur.


                                  Pacu jawi yang disponsori salah satu caleg *bukan jurkam*



                                                                                 Pesertanya...



    Tetapi setelah melihat beberapa foto pacu jawi yang sering memenangi lomba fotografi, akhirnya membuat rasa penasaran saya muncul kembali untuk dapat mengabadikan acara ini. Akhirnya kesempatan itu datang juga, suatu sore saat masih dikantor tiba-tiba istri telepon kalau di dekat rumah (kontrakan) ada perlombaan pacu jawi. Dengan tidak sabar, ketika jam menunjukkan pukul 17.00WIB berarti saatnya pulang kantor, tanpa menunggu lebih lama lagi saya langsung tancap gas ke rumah untuk menjemput kamera, anak, dan istri. Sampai di lokasi, penonton sudah berjubel di area persawahan dan suara talempong terdengar mulai bersahut-sahutan, ditambah dengan Saluang yang membuat suasana terasa begitu Minangkabau sekali.
 

    Pacu Jawi ini identik dengan Kabupaten Tanah Datar, karena disana event pacu jawi ini sudah dikemas cukup apik dan rutin diselenggarakan. Ada beberapa perbedaan antara Pacu Jawi di Sumbar dan Karapan Sapi di Madura. Perbedaan yang cukup mencolok  adalah lahan yang digunakan, kalau Karapan Sapi menggunakan tanah lapang kering sebagai arena, sedangkan Pacu Jawi menggunakan area sawah yang  basah. Sehingga kalau difoto tampak lebih dramatis dan banyak mendapatkan momen yang bagus.  Untuk pacu jawi di wilayah payakumbuh/lima puluh kota ini, sang joki tidak menunggangi hewan berkaki empat itu dengan sebuah alat seperti karapan sapi di Madura, melainkan turut berlari seraya mengendalikan. Namun, tak jarang para joki tak kuat menandingi kecepatan sapi berlari. Hasilnya, kecelakaan seperti jatuh hingga terinjak sapi menjadi pemandangan yang lumrah dalam lomba ini.


    Jika sudah puas menikmati Pacu Jawi, di sekitar arena menjadi pasar rakyat. Di sini banyak dijual kuliner khas Minang yang wajib dicicipi.


 Atmosfer penonton di garis Start



 



 Di sini kita bisa melihat sapi berlari kencang, joki mengendalikan sapinya dengan tangguh, cipratan lumpur berterbangan, sorak-sorai penonton, serta sesekali alunan musik minang mengalun untuk memeriahkan suasana,

 Menjelang Garis Finish

 Para Joki yang Terjatuh

    Puas rasanya setelah melalui perjuangan untuk mendapatkan moment luar biasa ini melalui kamera merekam dari berbagai posisi, gerakan, ekspresi, dan guratan dari sang joki dan sapinya saat meluncur cepat di lapangan berlumpur. Semua ini adalah atraksi tersembunyi diantara pemandangan tropis yang rimbun dibawah langit biru Sumatera Barat. Luar Biasa...!!

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com