12 Jul 2018

Pengen Madhang Ning Kali? ke Boyolali yuk...

Madhang atau dalam Bahasa Indonesia artinya makan, adalah aktifitas yang hampir setiap hari kita lakukan. Kalau mungkin kalian bosan dengan cara makan yang gitu-gitu aja atau pengen nyoba sensasi yang lain, bisa deh coba maen ke Boyolali. Disana ada resto yang masih relatif baru bernama "Pawon Glagahan" Pawon adalah bahasa Jawa yang berarti dapur sedangkan Glagahan adalah nama daerah tempat resto ini. Ya, resto ini berada di Dukuh Glagahan, Desa Jipangan, Kecamatan Banyudono lokasinya berada di sekitar perkampungan di tengah area persawahan sehingga udara di sekitarnya terasa sejuk dan segar.


      Di resto ini kita akan disuguhkan pengalaman baru yaitu makan di sungai. Yap, Sungai beneran dan bukan diatas, atau ditepi sungai tapi memang kita nyemplung di sungai. Tapi tenang, gak perlu pake pelampung untuk bersantap di resto ini karena sungainya dangkal kok, meski ada bagian yang dalam juga sih :) jadi tetep hati-hati ya. Bagi yang pengen lebih konvensional bisa memilih tempat makan di saung-saung dekat sawah atau di bagian resto yang ada live music pada saat-saat tertentu. Dibangun dengan konsep natural oleh pemiliknya, seorang seniman campursari kondang, Sodikin atau yang lebih terkenal dengan nama Cak Dikin, resto ini berada di tepi kali kecil yang membelah kampung setempat.
      Selain bisa bersantap, tempat ini juga dilengkapi dengan kolam seluas sekitar 5 meter x 10 meter dengan suasana wisata ala Ubud Bali dengan pemandangan alam yang masih asri. Untuk memanjakan diri berlama-lama di dalam air pada siang hari, pengunjung akan terhindar dari kepanasan atau kulitnya gosong tersengat sinar matahari. Sebab pemilik sudah menaungi kolam dengan atap sehingga kolam tetap teduh sepanjang hari. Bagi yang ingin mengajak anak-anak ke sini juga tak perlu khawatir tak bisa ikut bermain air. Mereka hanya perlu sedikit bersabar karena pemilik sedang menyiapkan kolam “keceh” (kolam dangkal untuk anak-anak). Kolam keceh ini juga dibuat dengan konsep alami di bawah naungan pohon gayam dan rumpun bambu yang rimbun.



      Untuk menuju ke resto ini kita bisa lewat melalui perempatan Barengan yang berlokasi di sebelah selatan umbul Pengging. Sudah terdapat beberapa penunjuk jalan yang akan memudahkan kita untuk menuju lokasi. Atau bisa juga menggunakan fasilitas GPS. Bagi yang ingin berenang cukup membayar HTM Rp3.000,-  


 Gambar: Google



7 Jul 2018

Berwisata ke Bekas Pabrik Gula Kekinian

Sebuah pabrik tua yang sudah berhenti beroperasi dan terbengkalai kurang lebih 20 tahun yang lalu telah dirombak menjadi sebuah tempat wisata bertema heritage di wilayah Karanganyar. Di Jalan Adi Sucipto, sekitar 10 menit dari Bandara Adi Soemarmo, Anda akan menemukan Pabrik Gula Colomadu yang telah direvitalisasi menjadi tempat wisata dan kawasan komersial. Namanya kini berubah menjadi “De Tjolomadoe” didirikan tahun 1861 di Karanganyar oleh Mangkunegaran IV. Tahun 1928, pabrik ini mengalami perluasan area lahan tebu dan perombakan arsitektur.  Di tahun itu pula PG Colomadu mengalami kejayaan. Bangunan heritage yang dulunya tempat penggilingan tebu itu kini bersiap menjadi tempat internasional.


     Sedikitnya ada tujuh bagian di gedung utama yang dirombak dan dialihfungsikan. Misalnya Stasiun Gilingan difungsikan untuk museum. Stasiun Ketelan difungsikan untuk restoran dan tempat pameran. Kemudian Stasiun Penguapan menjadi lorong panjang yang kanan kirinya berjajar kios butik dan makanan. Stasiun Karbonasi digunakan untuk pusat oleh-oleh kerajinan. Bagian Besalen atau bengkel kini diubah menjadi kafe. Sekilas melihat, sangat berbeda sekali kondisi pabrik ini sebelum dan sesudah direnovasi.

    Hal yang cukup penting bagi saya adalah biaya masuk ke tempat ini masih di gratiskan hingga waktu yang belum ditentukan :) PT Sinergi Colomadu selaku pengelola mengatakan sengaja masih menggratiskan biaya masuk ke objek wisata yang dulunya merupakan bekas Pabrik Gula (PG) Colomadu tersebut. Pengunjung dapat berfoto-foto hingga pukul 22.00 WIB karena banyak titik yang “Instagramable”. Pihak pengelola juga berupaya menarik minat anak-anak untuk berkunjung karena di dalamnya terdapat museum yang menceritakan sejarah PG Colomadu.
  


     Di sisi lain, revitalisasi PG Colomadu juga mendapatkan kritik pedas dari beberapa pihak termasuk budayawan dan seniman. Menurut mereka yang disayangkan adalah hilangnya nilai heritage yang terbangun sejak sekitar 150 tahun lalu. Nilai tersebut bukan melulu tentang pabriknya, namun juga dampak-dampak yang timbul atas berdirinya PG Colomadu. Mesin-mesin PG Colomadu telah melalui proses panjang selama 150 tahun, sehingga menciptakan fisik natural dan spesial. Dengan revitalisasi, mendadak nilai itu hilang. Selain itu, apabila hendak berwisata kesini saran saya adalah membawa bekal makanan sendiri. Karena harga makanan yang tersedia di kafetaria tergolong cukup mahal, agar sejalan dengan prinsip “wisata hemat” saya apalagi tiket masuknya masih gratis :) So, sudahkah memasukkan wisata heritage ke agenda akhir pekan?

  





luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com